Judul
|
Rivalitas Saudi-Qatar dan Skenario Krisis Teluk
|
Download
| |
Jurnal
|
Hubungan Internasional
|
Volume dan Halaman
|
VOL. 7, NO. 1, hal 81-94
|
Tahun
|
2018
|
Penulis
|
Broto Wardoyo
|
Reviewer
|
Rani Nur Puji Ayu Risa Putri
|
Tanggal
|
Minggu, 13 Oktober 2019
|
Abstrak
|
Ketegangan di kawasan Teluk antara Saudi Arabia dan Qatar yang ditandai pemutusan hubungan diplomatik di pertengahan tahun 2017 tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Perseteruan keduanya dapat dibedakan dalam tiga fase dekade 1990-an, dekade 2000-an, dan dekade 2010-an yang terjadi dalam tiga isu, yaitu kedaulatan, hidrokarbon, dan dominasi kawasan. Dalam konteks saat ini, perseteruan kedua negara tidak dapat dilepaskan dari peran Iran di subkawasan Teluk. Kehadiran Iran akan menentukan hasil Krisis Teluk yang terjadi. Dari empat skenario yang bisa tercipta, perimbangan kekuatan antara Saudi dengan Iran, terutama yang bersumber pada jejaring regional, akan menjadi faktor paling menentukan. Upaya menjauhkan Iran dari krisis ini menjadi opsi yang patut diambil agar Krisis Teluk tidak berkelanjutan
|
Pendahuluan
|
Di dalam pendahuluan penulis menjelaskan dengan singkat akar permasalahan yang melatarbelakangi konflik antara Qatar dan Saudi Arabia bahkan dengan negara-negara lain di kawasan timur tengah. Di pendahuluan juga dijelaskan bagaimana beberapa negara-negara di Timur Tengah lainnya memutuskan hubungan diplomasi dengan Qatar, karena menganggap Qatar sebagai pendukung operasi teror di kawasan Timur Tengah.
|
Pembahasan
|
Di dalam pembahasan ini penulis membagi sub pokok pembahasan menjadi lima bagian, yaitu:
1. Jejaring lokal-transnasional
Kedua negara membangun jejaring transnasional mereka di kalangan akar rumput dengan cara yang berbeda. Saudi membangun jejaring Islam-Wahabi membantang bukan hanya di Timur Tengah namun juga di kawasan lain. Berbeda dengan Saudi, Qatar mengusung ide modernitas untuk mewujudkan ambisi regional dan internasional mereka. Salah satu strategi Qatar adalah untuk memaksimalkan pengaruh mereka di bidang olahraga yang berujung pada penunjukan negara ini sebagai tuan rumah
Piala Dunia FIFA “Federation Internationale de Football Association”
2. Sumber kekuatan di level negara
- Kekuatan Ekonomi, Menurut catatan Bank Dunia (2017), PDB Saudi cenderung stabil di angka 1,7 trilyun USD dalam tiga tahunterakhir (2015-2017) sedangkan PDB Qatar stabil di angka 320-350 milyar USD di periode yang sama. PDB per kapita Qatar juga lebih unggul jika dibandingkan dengan Saudi dengan perbandingan 2,2:1 untuk tahun 2017.
- Kekuatan Militer, Arab Saudi memiliki 224.500 orang angkatan militer sedangkan Qatar hanya memiliki 11.800 orang tentara.
- Penguasaan persenjataan, Saudi memiliki hampir 26 milyar USD kontrak pengadaan senjata, untuk periode 2007 hingga 2014, yang tidak sebanding dengan kontrak Qatar yang nilainya hanya 3 milyar USD
3. Jejaring sistemik
Dalam tataran yang lebih luas, kedua negara juga membangun relasi yang baik dengan beberapa kekuatan utama dunia. Saudi dikenal sebagai salah satu sekutu utama Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah. Bahkan, Blanchard (2017) mencatat bahwa kedua negara mencapai kesepakatan pengadaan persenjataan senilai 136 milyar USD selama periode 2009-2015, termasuk beberapa tipe persenjataan yang paling muthakir. Di sisi lain, Iran memiliki kedekatan dengan Rusia terutama karena keterlibatan mereka di konflik internal Suriah. Kedekatan keduanya, menurut Kozhanov (2015), lebih didorong oleh permusuhan yang mereka miliki terhadap Barat, AS dan Eropa Barat, di beberapa front, seperti Suriah maupun Ukraina, di samping adanya konvergensi kepentingan ekonomi. Sehingga, tidak seperti Saudi, kedekatan tersebut tidak mengakar secara historis. Jaringan sistemik Saudi nampak lebih kuat daripada Qatar sendiri. Saudi membangun Jaringan sistemiknya baik kawasan ataupun secara global dengan rentang waktu yang lama. Sementara Qatar sumber jaringan sistemiknya tetap terletak pada keberadaan Iran di kubunya.
4. Scenario Building Krisis Teluk
Ada dua set skenario yang bisa dibangun dimana set skenario pertama hanya mempertimbangkan komparasi kekuatan antara Saudi dengan Qatar sedangkan set skenario yang kedua juga mempertimbangkan kekuatan mitra-mitra aliansinya. Kedua set memiliki 4 skenario yang memungkinkan penyelesaian krisis Teluk, yaitu:
- Skenario pertama Qatar tunduk pada tuntutan Saudi, ( hal ini terjadi apabila kekuatan Saudi lebih besar dibandingkan Qatar dan memaksa Qatar memenuhi tuntutan Saudi.
- Skenario ke-2 pertarungan diplomatik terus berlanjut, (hal ini terjadi manakala kekuatan Saudi dan Qatar seimbang, namun hal ini akan menjadi konflik diplomatik yang berkepanjangan)
- Skenario ke-3 resolusi tercipta, (hal ini terjadi apabila Saudi dan Qatar sama-sama lemah)
- Skenario ke-4 Qatar mendapatkan keuntungan diplomatik, (terjadi apabila kekuatan Qatar lebih kuat dari Saudi)
5. Opsi penyelesaian Krisis Teluk
Untuk meredakan ketegangan di antara kedua kekuatan utama regional ini, dibutuhkan pula mediator untuk meredam krisis agar tidak meledak menjadi konflik terbuka. Dengan demikian, opsi penyelesaian Krisis
Teluk harus mempertimbangkan kehadiran atau peran dari mediator. Terkait dengan kehadiran mediator, terdapat tiga opsi yang dapat diambil dalam penyelesaian krisis ini. Opsi pertama melibatkan pihak ketiga non-Arab yang memiliki relasi positif dengan keduanya. Opsi ini akan lebih sulit terwujud karena resistensi Saudi. Opsi kedua adalah pelibatan pihak ketiga Arab non-Teluk. Opsi ini juga sulit terwujud karena penolakan Qatar. Kedua opsi tersebut akan secara signifikan mempengaruhi kapasitas Saudi dan Qatar dalam negosiasi. Opsi ketiga yang lebih masuk akal adalah pelibatan negara ketiga yang berasal dari Arab-Teluk. Mengingat pihak bertikai juga melibatkan UEA dan Bahrain, hanya ada dua opsi pihak ketiga yang bisa diambil jika pilihan bilateral tanpa menggunakan mekanisme GCC yang diambil, yaitu keterlibatan Kuwait atau Oman. Diantara keduanya, Kuwait lebih memiliki postur diplomatik yang mendukung, meski telah gagal dalam mediasi awal. Mediasi Kuwait akan bisa dilanjutkan jika ada tekanan pada kedua pihak yang bertikai. Saudi harus merasionalisasi permintaan yang diajukan dan keterikatan Qatar dengan Iran harus dikurangi. Pilihan terakhir adalah menggunakan mekanisme internal GCC meski ini berarti Qatar akan berhadapan dengan semua negara yangberseberangan tanpa dukungan pihak manapun.
|
Kesimpulan
|
Problem utama Krisis Teluk adalah pada konteks sistemik, terutama regional yang melingkupinya. Singgungan antara Krisis Teluk dengan pertarungan politik regional, termasuk di dalamnya aliansi dengan jejaring lokal-transnasional, membuat krisis ini menjadi lebih sulit ditangani. Yang menarik, volatilitas kawasan justru membuat krisis ini tidak melebar menjadi konflik terbuka mengingat negara-negara utama yang terlibat, Saudi dan Iran, harus memecah konsentrasi dan kekuatannya di berbagai front yang telah terlebih dahulu pecah di kawasan. Akar dari kompleksitas Krisis Teluk juga terlihat dalam telaah secara kronologis di mana krisis initidak sebatas terpusat pada sengketa perbatasan belaka seperti yang terjadi di masa lalu
|
Kelebihan
|
1. Bahasa penulis mudah di pahami dan dimengerti oleh pembaca
2. Didalam pendahuluan penulis sangat rinci menjelaskan tentang akar permasalahannya sehingga pembaca dapat mengetahui dengan jelas latar belakang konflik tersebut
3. Penulis menggunakan banyak referensi
|
Kekurangan
|
Penulis kurang rinci dalam menjelaskan mengenai skenario penyelesaian konflik teluk antara Qatar dan Saudi Arabia, dan juga penulis tidak menjelaskan kemungkinan-kemungkinan apa saja jika skenario tersebut di lakukan, apakah akan berdampak positif ataupun negatif.
|
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Pemaparannya bagus, jurnalnya melihat masalalu sebagai dasar peristiwa yang terjadi di masa kini.
BalasHapusHanya sekedar saran,akan lebih baik jika skop temporalnya dijelaskan dari tahun berapa sampai tahun berapa peristiwa itu terjadi,Terimakasih
BalasHapusDalam review jurnal anda menjelaskan bahwa "Singgungan antara Krisis Teluk dengan pertarungan politik regional, termasuk di dalamnya aliansi dengan jejaring lokal-transnasional, membuat krisis ini menjadi lebih sulit ditangani."
BalasHapusLalu apakah pertarungan politik regional sangat berpengaruh besar dalam penanganan konflik ini ? lalu apakah konflik ini sampai hingga sekarang belum selasai juga? apa yang melatar belakangi ?