Pengertian Struktur Sosial Menurut Para Ahli
Menurut E. R. Lanch: cita-cita tentang distribusi
kekuasaan diantara individu dan kelompok sosial.
Menurut Raymond Flirth: merupakan pergaulan hidup
manusia yang meliputi beragam tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan
meliputi lembaga-lembaga dimana banyak orang mengambil bagian didalamnya.
Menurut Coleman: pola hubungan antar manusia dan
antar kelompok manusia.
Menurut George Simmel: kumpulan individu serta pola
perilakunya.
Menurut George C. Homans: hal yang mempunyai
hubungan erat dengan perilaku sosial dasar di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kornblum: pola perilaku individu dan
kelompok, yaitu perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar
individu dan antar kelompok dalam masyarakat.
Menurut Soerjono soekanto: sebuah hubungan timbal
balik antara posisi-posisi sosial dan peranan-peranan sosial.
Menurut William Kornblum: susunan yang bisa terjadi
karena adanya pengulangan pola perilaku individu.
IDENTITAS BUKU
Judul Buku
: Sistem Sosial Indonesia
Nama Pengarang
: Dr. Nasikun (Fisipol UGM)
Penerbit
: PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Jumlah Halaman
: 87 halaman
STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA
Suatu sintesis pendekatan
fungsionalisme struktural dan pendekatan konflik dapat
dilakukan mengingat bahwa keduanya mengandung kesamaan-kesamaan tertentu.
Consensus dan konflik merupakan dua gejala yang melekat bersama-sama di dalam
setiap masyarakat. Struktur masyarakat indonesia ditandai oleh dua cirinya yang
bersifat unik. Secara horisontal ia ditandai oleh kenyataan adanya
kesatuan-kesatuan sosial berdasar perbedaan-perbedaan suku, agama,daerah,adat.
Secara vertikal struktur masyarakat ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan
vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan suku
bangsa, agama, adat dan daerah merupakan ciri dari masyarakat indonesia yang
disebut sebagai masyarakat majemuk.Menurut Furnival Masyarakat indonesia pada
masa hindia-belanda merupakan suatu masyarakat majemuk yakni, suatu masyarakat
yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada
pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik.
Di dalam kehidupan
politik, pertanda paling jelas dari masyarakat Indonesia yang berisifat majemuk
itu adalah tidak adanya kehendak bersama (common will). Secara
keseluruhan, masyarakat Hindia-Belanda merupakan suatu masyarakat yang tumbuh
di atas dasar sistem kasta tanpa ikatan agama.
Di dalam kehidupan
ekonomi, tidak ada kehendak bersama dalam menemukan pernyataan dalam permintaan
sosial yang dihayati bersama oleh seluruh elemen masyarakat (common social
demand). Kebutuhan-kebutuhan keagamaan, politik, dan keindahan, pendek kata
semua kebutuhan kultural yang memiliki aspek ekonomi karena pada akhirnya
menyatakan diri secara terorganisir hanya sebagai kebutuhan ekonomi yakni permintaan atau demand sebagai
keseluruhan. Akan tetapi di dalam suatu masyarakat majemuk, permintaan
masyarakat tersebut tidaklah terorganisir, melinkan bersifat seksional
(sectional) dan tidak dihayati bersama elemen masyarakat.
Tidak adanya permintaan
sosial yang dihayati bersama oleh semua elemen masyarakat mejadi
sumber yang membedakan karakter daripada ekonomi majemuk (plural economy)
dari suatu masyarakat majemuk dengan ekonomi tunggal (unitary economy)
dari suatu masyarakat yang bersifat homogeneous.
Keadaan masyarakat
Indonesia pada masa kini sudah pasti telah jauh berbeda dari keadaan tersebut
dan oleh karena itu pengertian masyarakat majemuk sebagaimana digambarkan oleh
Furnivall harus tidak dapat begitu saja diperlakukan untuk melihat masyarakat
Indonesia pada masa sekarang.
Menurut Furnivall, yakni suatu masyarakat dimana
sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi
bagian-bagiannya sehingga para angota masyarakat kurang memiliki loyalitas
terhadap masyarakat sebagai keseluruhan yang kurang memiliki homogenitas atau
bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.
Clifford Geertz, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam
sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri dimana masing-masing sub
sistem terikat ke dalam ikatan yang bersifat primordial.
Piere L,van den Berge
menyebutkan beberapa karakteristik masyarakat majemuk :
1. Terjadinya
segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki
subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki
struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam ke dalam lembaga-lembaga yang
bersifat non-komplementer
3. Kurang
mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang
bersifat dasar.
4. Secara
relatif sering kali mengalami konflik-konflik diantara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.
5. Secara
relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coection) dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya
dominasi pilitik oleh semua kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Oleh karena itu, suatu
masyarakat majemuk tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki
unit-unit kekerabatan yang bersifat segmenter, akan tetapi juga tidak dapat
disamakandengan masyarakat yang terdiferensiasi atau spesialisasi yang tinggi.
Maka masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bersifat majemuk.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan plualitas masyarakat indonesia :
1. Keadaan geografis yang membagi wilayah
Indonesia dengan berbagai pulau.
2. Indonesia terletak diantara samudera hindia
dan samudera pasifik.
3. Perbedaan iklim dan struktur tanah di
kepulauan Nusantara.
Perbedaan-perbedaan suku
bangsa, agama, dan regional merupakan dimensi-dimensi horisontal dari struktur
masyarakat Indinesia. Sementara itu dimensi vertikal struktur masyarakat
Indonesia dari waktu ke waktu dapat kita saksikan dalam bentuk semakin
tumbuhnya polarisasi sosial berdasarkan kekuatan politik dan kekayaan.
Judul :Sistem Sosial Indonesia
Penulis :Paulus Wirotomo, Sulastri, Daisy
Indira Yasmine, dkk.
Editor : Paulus Wirotomo
Penerbit :UI Press
Tempat Terbit :Jakarta, Indonesia
Tahun Terbit :2012
Cetakan :Kedua
Ukuran :155 x 230 mm
Jumlah Hlm :xii, 337 hlm
ISBN :978-979-456-469-1
Harga :-
Buku tersebut ditulis oleh 11 orang, yang mana satu bagian tulisan
dibawakan oleh satu orang atau lebih. Buku ini dimaksudkan untuk melihat
masyarakat Indonesia sebagai social nation dengan menggunakan perspektif
sosiologis yang nantinya akan menggambarkan sosok struktur sebagai masyarakat
yang majemuk, menggambarkan proses sosial dengan menitik beratkan perhatian
pada integrasi sosial budaya maupun integrasi nasional sebagai satuan politik
atau negara, menggambarkan perkembangan integrasi sosial dan nasional dalam
dimensi perubahan sosial, juga menganalisis kondisi integral sosial dengan
mengaitkannya pada berbagai fenomena sosiologis. Pertanyaan besar yang hendak
dijawab melalui beberapa bab yang ada adalah bagaimana keseluruhan interaksi
individu dan kelompok diorganisasikan sehingga membentuk suatu struktur sosial
yang teratur dan terintegrasi dalam waktu yang relatif lama? Atau dengan bentuk
pertanyaan lain berupa, mengapa suatu ketika integrasi masyarakat Indonesia
mengalami gangguan, baik berupa konflik-konflik kecil hingga konflik yang
sanggup memecah belah masyarakat?. Pembahasan dalam buku ini menggunakan
perspektif makro struktural yang menitik beratkan pembahasan pada hubungan
fungsionalisme dan konflik.
Pada bab pertama menjelaskan tentang ontologi integrasi sosial
masyarakat Indonesia dengan penyajian teori dan konsep. Pembaca diajak
berkelana pada beberapa teori tentang masyarakat dan konsep integrasi. Pada bab
kedua menjelaskan komplesitas masyarakat Indonesia, yang mana dengan usia
bangsa Indonesia yang telah menyentuh angka 60 tahun menandakan betapa tua dan
terkulminasinya kehidupan sosial yang ada. Pembahasan pada bab kedua ini
menggunakan aspek kependudukan, etnis dan identitas, stratifikasi sosial,
gambaran kondisi sosial ekonomi, konflik dan kekerasan yang pernah ada,
sekelumit ringkas sejarah bersatunya bangsa Indonesia, dan dinamika kebangsaan
Indonesia. Pada bab ketiga menjelaskan hubungan sosial antar kelompok etnik,
yang menitik beratkan fokus perhatiannya pada etnik di Nusantara. Indonesia
memiliki keragaman etnis yang luar biasa, dalam Suryadinata et.al (2000)
dituliskan terdapat lebih dari 150 etnis, dan masih memiliki kemungkinan akan
adanya etnis-etnis lainnya yang belum sempat terdata.
Dalam mengkaji etnis terdapat beberapa pandangan yang biasa
dipakai terhadapnya, antara lain pandangan primordialis, instrumentalis, dan
konstruktivis. Secara umum etnis yang terbesar di Indonesia ditempati oleh
etnis Jawa dan menyusul etnis Sunda di posisi kedua. Dalam bab ini hubungan
antar etnis dibuat dalam alunan waktu sejarah mulai dari pasa lampau hingga
masa reformasi. Kebangkitan etnis biasanya dipicu oleh adanya konflik yang
menyasar etnis tertentu, sehingga secara sosial membuat adanya persatuan dan
penguatan dari etnis yang bertalian. Bab keempat adalah relasi sosial antar
kelompok agama di Indonesia: integrasi atau disintegrasi. Dalam penggambaran
pada bab ini relasi sosial antar kelompok agama digambarkan dengan perspektif
konflik, agama selalu dilibatkan dan dijadikan isu dalam bertikai. Bab kelima
adalah relasi gender dalam masyarakat Indonesia, memuat perjalanan waktu
keikutsertaan perempuan dan penyetaraan yang ada mulai dari masa penjajahan
hingga masa kontemporer. Bab enam memuat hubungan buruh, modal, dan negara.
Pada bab ini menjelaskan tentang industrialisasi dan perubahan sosial yang
bertalian dengannya di Indonesia. Kondisi buruh seperti upah, waktu lembur,
jaminan sosial, dan cuti juga tidak luput dari penggambarannya.
Terkhusus kondisi buruh dijelaskan dalam rentang kesejarahan yang
cukup panjang yakni mulai dari masa kolonialisme Belanda hingga masa kini. Bab
ketujuh mengangkat hubungan antara desa dan kota. Bab ini meninjau desa dan
kota dari dimensi historis, proses pembangunan dan kebijakan yang bertalian
dengan hubungan kota desa di Indonesia. Hubungan kota dan desa digambarkan
secara historikal mulai dari masa penjajahan hingga masa kekinian. Hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan desa kota seperti migrasi dan dampaknya dalam membawa
kepada kondisi ekuilibrium juga turut disisipkan. Arah konsep pembangunan
antara desa kota dikemukakan berada pada aras pembangunan nasional dan fase
otonomi nasional. Bab kedelapan memuat civil society dan integrasi dalam
konteks demokrasi. Bab ini menjelaskan tentang aspek kesejarahan bagaimana
civil soeiety menjadi penyeimbang dalam skala pasang surutnya di beberapa
dekade yang telah lampau, dalam upaya memperkuat demokrasi negara. Bab terakhir
adalah menyongsong masa depan integrasi masyarakat Indonesia, yang menjelaskan
tentang adanya stratifikasi sosial, diferensiasi sosial, dan pluralitas
Indonesia nan terbingkai melalui Bhineka Tunggal Ika. Dijelaskan pula adanya
berbagai kondisi integrasi masyarakat Indonesia yang pada akhirnya mengkerucut
pada pembangunan kesadaran akan hal tersebut demi menjada stabilitas dari
bangsa Indonesia.
Komentar
Posting Komentar